AKUNTANSI
PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
Disusun
guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Akuntansi
Syariah
Dosen
Pengampu : Tiara Pandansari, S.E., M. Si., Ak., CA.
Oleh
:
Febrian Bayu Nugroho 1323202035
Indah Nur Awal H.R. 1423202019
Windya Agustina
Ramadhan 1423202085
PROGRAM
STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS
SYARIAH
IAIN
PURWOKERTO
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu bentuk usaha yang dianjurkan dalam Islam
adalah bentuk mudharabah atau musyarakah yaitu bentuk kerjasama
bisnis. Dalam bentuk usaha seperti ini diperlukan suatu sistem yang bisa
memberikan informasi serta suatu sistem yang bisa memberikan informasi serta
pertanggungjawaban agar jalannya kerjasama tetap dalam koridor keadilan dan
kejujuran. Pembagian hak seperti dalam pembagian deviden, hasil likuidasi
memerlukan catatan yang adil yang dapat membagi hak-hak mereka yang berkongsi
atau berserikat secara adil.
Akuntansi dalam berbagai bentuk dan kepentingan
sebenarnya wajib diterapkan oleh Islam baik di negara, lembaganya, perusahaan,
di keluarga, bahkan dalam perseorangpun. Semua ini mendukung hipotesa yang
menyatakan akuntansi sangat mutlak dalam Islam jika kita ingin memelihara suatu
sistem sosial yang ingin menerapkan syariat Islam.[1]
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah
Pengertian Musyarakah?
2.
Bagaimana
Pembiayaan Musyarakah?
3.
Bagaimana
Aplikasi Pembiayaan Musyarakah?
4.
Bagaimana Musyarakah Dalam Sistem Perbankan Islam?
5.
Bagaimana Skema
Akuntansinya?
6.
Bagaimana Fatwa
No: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah?
C. Tujuan
1.
Mengetahui Pengertian
Musyarakah
2.
Memahami Pembiayaan
Musyarakah
3.
Memahami Aplikasi
Pembiayaan Musyarakah
4.
Mengetahui Musyarakah Dalam Sistem Perbankan Islam
5.
Memahami Skema Akuntansinya
6.
Mengetahui dan
memahami Fatwa No: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Musyarakah
Menurut Prof.Dr.H. Zainuddin Ali,M.A. dalam buku
“Hukum Perbankan Syariah”, musyarakah adalah akad kerjasama antara dua
pihak atau lebih untuk melakukan usaha tertentu. Masing – masing pihak dalam
melakukan usaha dimaksud, memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise)
berdasarkan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama
sesuai kesepakatan ketika melakukan akad. Akad jenis ini disebut profit
& loss sharing.[2]
B.
Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan
Musyarakah adalah pembiayaan yang dilakukan oleh pihak bank syariah dan
atau bank muamalah untuk membiayai suatu proyek bersama antara nasabah dengan
bank. Nasabah dapat mengajukan proposal kepada Bank Syariah dan atau bank
muamalah untuk mendanai suatu proyek atau usaha tertentu dan kemudian akan
disepakati beberapa modal dari bank dan beberapa modal dari nasabah serta akan
ditentukan bagi hasilnya bagi masing – masing pihak berdasarkan presentase
pendapatan atau keuntungan bersih dari proyek atau usaha tersebut sesuai dengan
kesepakatan. Dasar hukum yang dijadikan pegangan dalam musyarakah adalah sebagai berikut:
a.
Al – Qur’an
Melaksanakan musyarakah mempunyai status
hukum mubah berdasarkan firman Allah dalam Q.S An-Nisa ayat 12 :
ذلِكَ فَهُمْ شُرَكَآءُ فِى الثُلُثِ
“Maka
mereka bersyarikat pada sepertiga”.
Q.S
Shaad ayat 24 :
¨bÎ)ur #ZÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èø:$# Éóö6us9 öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ wÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä
(#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$#
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang – orang yang
bersyarikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali
orang – orang beriman dan mengerjakan amal shaleh”.
Dari kedua ayat tersebut, dapat ditarik kesimpulan
bahwa manusia dibenarkan membuat syarikat bersama, atau melakukan suatu bentuk
kerjasama dengan ketentuan-ketentuan yang mereka buat bersama, selama tidak
bertentangan dengan maqasidu asy-syar’i.
b.
Al-Hadis
Dalam hadis disebutkan, ketika Rasulullah diutus,
banyak masyarakat yang mempraktikkan kerjasama dalam syarikat, Rasul
membolehkannya, berbagai hadis menjelaskan, diantaranya “Tangan Allah
(pertolongan Allah) berada pada dua orang yang bersyarikat, selama tidak ada
pengkhianatan musyarakah”.
Berdasarkan dasar hukum yang
diungkapkan diatas, dapat disebutkan filosofi musyarakah adalah manusia
diciptakan oleh Allah dengan berbagai kelebihan dan kekurangan. Ada yang
mempunyai harta, tetapi kurang mampu untuk menjalankan usaha, ada orang yang
ahli dalam mengurus sesuatu usaha, tetapi kurang modal, atau ada orang yang
menginginkan sesuatu usaha menjadi besar, maka mereka perlu bantuan modal dari
orang lain. Untuk mengatasi ini Allah dan Rasul-Nya menetapkan ketentuan dan
aturan yang adil, agar manusia ini bisa hidup saling topang-menopang, sehingga
tercipta kemakmuran untuk semua orang.[3]
C.
Aplikasi
Pembiayaan Musyarakah
Jenis Musyarakah/Syirkah
ada 2 (dua), yakni :
1.
Syirkah Amlak
(Kepemilikan)
Yaitu dua orang atau lebih yang
secara bersama memiliki suatu harta bukan karena kerjasama diantara mereka,
misalnya karena wasiat atau warisan. Jenis syirkah ini terbagi dua, yakni :
a.
Syirkah Ikhtiyari
(Pilihan)
b.
Syirkah Jabari (Paksaan)
2.
Syirkah Uqud
(Kontrak)
Kerjasama dua orang atau lebih
dalam permodalan untuk suatu usaha. Jenis syirkah ini adalah :
a.
Syirkah ‘Inan
Kerjasama permodalan dalam suatu usaha antar pihak
dengan membagi keuntungan maupun kerugian.
b.
Syirkah
Mufawadhah
Kerjasama antar pihak di mana penyertaan modal
masing-masing dalam porsi yang sama. Salah satu pihak memiliki hak yang sama
untuk mewakili perkongsian.
c.
Syirkah A’maal
Kerjasama antar pihak dengan bermodalkan keahlian.
d.
Syirkah Wujuh
Kerjasama antar pihak dengan bermodal nama
baik/reputasi masing-masing pihak.[4]
D.
Musyarakah
Dalam Sistem Perbankan Islam
International
Islamic Bank for Investment and Development (IIBID) menjelaskan bahwa musyarakah merupakan salah satu cara
pembiayaan yang terbaik yang dimiliki bank-bank islam. Prinsip ini dijalankan
berdasarkan partisipasi antara pihak bank dengan pencari biaya (partner yang
potensial) untuk diberikan dalam bentuk proyek usaha dan partisipasi ini
dijalankan berdasarkan sistem bagi hasil (PLS), baik dalam keuntungan (profit)
maupun dalam kerugian (lose). Syarat-syarat yang berkenaan dengan
kontrak musyarakah didasarkan
kesepakatan yang dibicarakan antara kedua belah pihak (bank dan partner).
Umumnya, pihak bank menyerahkan modal usaha dan menyerahkan merupakan sebuah mekanisme kerja (akumulasi
antara pekerjaan dan modal) yang memberikan manfaat kepada masyarakat luas
dalam produksi barang maupun pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat. Kontrak musyarakah dapat digunakan dalam
berbagai macam lapangan usaha yang indikasinya bermuara untuk menghasilkan
keuntungan (profit). Walaupun demikian beberapa konseptor perbankan
islam tampaknya menggunakan pengertian musyarakah
sebagai partisipasi dalam investasi terhadap suatu usaha tertentu, yang dalam
bank-bank islam digunakan dalam pengertian yang lebih luas.
Berdasarkan
ini, musyarakah dapat digunakan untuk
tujuan investasi dalam jangka waktu pendek atau juga untuk partisipasi jangka
panjang. Adapun bentuk pembiayaan musyarakah
yang digunakan bank islam meliputi musyarakah
untuk perdagangan (commercial musyarakah), keikutsertaan untuk sementara
(decreasing partisipation), keikutsertaan untuk selamanya (permanent
partisipation). Penjelasannya sebagai berikut:
a.
Musyarakah
dalam Perdagangan (commercial musyarakah)
Musyarakah
bentuk ini umumnya menyangkut persetujuan antara pihak bank dan partner untuk
merealisasikan tujuan khusus dari partnership, persetujuan tersebut meliputi
segala macam yang menyangkut pembelian dan penjualan. Pihak bank dan partner,
keduannya memberikan kontribusi modal untuk pembiayaan musyarakah, namun pihak partner memegang kendali manajemen dari usaha
tersebut, meliputi pembelian, penjualan, pemasaran, dan membuat catatan yang
berkaitan dengan seluruh transaksi. Fungsi bank adalah untuk membayar bagian
dari transaksi, membuka pelayanan seperti membuka kartu kredit apabila
dibutuhkan dan memantau pertumbuhan musyarakah
melalui catatan yang diperoleh dari laporan partner.
Kontrak musyarakah dalam perdagangan (commercial musyarakah) berguna
bagi bank islam sebagai sarana untuk mencairkan modal secara cepat serta memacu
perputaran modal lebih tinggi, sehingga pengembaliian modal kepada bank umumnya
juga tinggi. Aktivitas bank dalam memberikan pembiayaan terhadap kontrak musyarakah yang berdasarkan pada
perdagangan bertujuan untuk memperluas berbagai lapangan usaham melayani
berbagai macam usaha, dan meminimalisir segala resiko yang berkaitan dengan
operasional investasinya.
b.
Keikutsertaan
untuk Sementara (decreasing participation)
Partisipasi ini didefinisikan
sebagai bentk kerja sama antara bank dan partner dengan jalan, pihak bank
membolehkan partner dapat menambah kepemilikan usaha secara berangsur-angsur,
berdasarkan syarat-syarat yang dikemukakan dalam kontrak musyarakah. Partner dalam kontrak musyarakah ini merupakan pihak yang tidak berkeinginan untuk
melangsungkan kerjasama secara continu dengan bank dalam usaha mereka dan ingin
menambah kepemilikan usaha tersebut dalam jangka waktu secepat mungkin. Bank
islam membiayai sebagian dari modal usaha dengan syarat, bank akan menerima
sebagian keuntungan (profit) dari hasil usaha dalam jangka waktu yang
telah disepakati. Kerjasama ini dapat dilakukan dengan menempuh salah satu cara
sebagai berikut:
c.
Keikutsertaan
untuk Selamanya (permanent participation)
Partisipasi ini didefinisikan
sebagai salah satu bentuk kerja sama dakam kontrak musyarakah, dimana bank membiayai modal yang digunakan untuk proyek
usaha yang menjadikannya sebagai pemegang saham dan keikutsertaannya dalam
mengelola serta mengawasi proyek tersebut dengan partnernya, dengan ketentuan bahwa
bank akan menerima keuntungan (profit) atau kerugian (loss) dari
proyek berdasarkan persetujuan yang dibuat dalam kontrak.[5]
E.
Skema Akuntansi
1.
Pencairan
penyertaan bank
a.
Berupa dana
b.
Berupa barang
2.
Distribusi biaya
yang terkait dengan pembiayaan musyarakah
3.
Pembagian hasil
(keuntungan/kerugian)
a.
Revenue sharing
b.
Profit sharing
4.
Pengembalian
modal/porsi bank saat jatuh waktu
5.
Pembiayaan macet
6.
Wanprestasi[6]
F.
Fatwa No:
08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah
Fatwa Dewan Syariah
Nasional No: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah
menimbang, mengingat,
memperhatikan, memutuskan, menetapkan: Fatwa tentang Pembiayaan Musyarakah.
Pertama:
Beberapa
Ketentuan:
1.
Pertanyaan ijab
dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak
mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut :
a.
Penawaran dan
penerimaan harus secara eksplisit menunjukan tujuan kontrak (akad).
b.
Penerimaan dari
penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c.
Akad dituangkan
secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara
komunikasi modern.
2.
Pihak-pihak yang
berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut:
a.
Kompeten dalam
memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
b.
Setiap mitra
harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja
sebagai wakil.
c.
Setiap mitra
memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah
dalam proses bisnis normal.
d.
Setiap mitra
memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing
dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa
melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e.
Seorang mitra
tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk
kepentingannya sendiri.
3.
Objek akad
(modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
a.
Modal.
1)
Modal yang
diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama. Modal dapat
terdiri atas aset perdagangan, seperti
barang-barang properti, dsb. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih
dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.
2)
Para pihak tidak
boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah
kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
3)
Pada prinsipnya,
dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari
terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b.
Kerja
1)
Partisipasi para
mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan
syarat. Seorang mitra boleh bekerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam
hal ini dia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
2)
Setiap mitra
melaksanakan kerja dalam musyarakah
atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam
organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
c.
Keuntungan
1)
Keuntungan harus
dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada
waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.
Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh
keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan diawal yang ditetapkan bagi
seorang mitra. Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi
jumlah tertentu, kelebihan atau presentase itu diberikan kepadanya.
2)
Sistem pembagian
keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
d.
Kerugian
Kerugian harus dibagi diantara para mitra secara
proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.
e.
Biaya
operasional dan persengketaan
1)
Biaya
operasional dibebankan pada modal bersama.
2)
Jika salah satu
pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara
para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah
setelah tidak terjadi kesepakatan melalui musyawarah.
Tanggal
: 08 Muharram 1421 H / 13 April 2000 M[7]
BAB III
KESIMPULAN
Musyarakah
adalah
akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha tertentu.
Masing – masing pihak dalam melakukan usaha dimaksud, memberikan kontribusi
dana (atau amal/expertise) berdasarkan kesepakatan bahwa keuntungan dan
resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan ketika melakukan akad. Kemudian,
dasar hukum yang dijadikan pegangan dalam musyarakah
antara lain:
1.
Al – Qur’an
2.
Al-Hadits
Aplikasi
Pembiayaan Musyarakah dapat berupa:
1.
Syirkah Amlak
(Kepemilikan)
Yaitu
dua orang atau lebih yang secara bersama memiliki suatu harta bukan karena
kerjasama diantara mereka, misalnya karena wasiat atau warisan. Jenis syirkah
ini terbagi dua, yakni :
a.
Syirkah Ikhtiyari
(Pilihan)
b.
Syirkah Jabari (Paksaan)
2.
Syirkah Uqud
(Kontrak)
Kerjasama
dua orang atau lebih dalam permodalan untuk suatu usaha. Jenis syirkah ini
adalah :
a.
Syirkah ‘Inan
b.
Syirkah
Mufawadhah
c.
Syirkah A’maal
d.
Syirkah Wujuh
Mengenai
Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, di dalamnya mengatur hal-hal
sebagai berikut:
1.
Pertanyaan ijab
dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak
mereka dalam mengadakan kontrak (akad),
2.
Pihak-pihak yang
berkontrak harus cakap hukum,
3.
Objek akad
(modal, kerja, keuntungan dan kerugian),
4.
Biaya
operasional dan persengketaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainuddin. Hukum Perbankan
Syariah. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
Ismail. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana, 2011.
Saeed, Abdullah. Bank Islam dan Bunga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Suwiknyo, Dwi & Muhammad. Akuntansi
Perbankan Syari’ah. Yogyakarta: Trustmedia, 2009.
Syafri, Harahap Sofyan. Bunga
Rampai Akuntansi Islam. Jakarta: Pustaka Quantum, 2003.
Triyuwono, Iwan. Perspektif,
Metodologi dan Teori Akuntansi Syariah. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2006.
[1]
Sofyan Syafri Harahap, Bunga Rampai
Akuntansi Islam (Jakarta: Pustaka Quantum, 2003), hlm. 44.
[2]
Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A., Hukum Perbankan Syariah (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hlm. 28-29.
[3]
Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A, Hukum Perbankan Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm.
34-35.
[4]
Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta:
Kencana, 2011), hlm. 177-178.
[5]
Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 112-116.
[6]
Dwi Suwiknyo & Muhammad, Akuntansi
Perbankan Syari’ah (Yogyakarta: Tustmedia, 2009), hlm. 164-165.
[7] Prof.
Dr. H. Zainuddin Ali, M.A, Hukum Perbankan Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 253-254.
0 komentar:
Posting Komentar