Minggu, 21 Februari 2016

Contoh Makalah Akuntansi Pembiayaan Musyarakah

Diposting oleh Unknown di 22.45

AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Akuntansi Syariah
Dosen Pengampu : Tiara Pandansari, S.E., M. Si., Ak., CA.

Oleh :
Febrian Bayu Nugroho                    1323202035
Indah Nur Awal H.R.                       1423202019
Windya Agustina Ramadhan          1423202085

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
IAIN PURWOKERTO
2016


 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Salah satu bentuk usaha yang dianjurkan dalam Islam adalah bentuk mudharabah atau musyarakah yaitu bentuk kerjasama bisnis. Dalam bentuk usaha seperti ini diperlukan suatu sistem yang bisa memberikan informasi serta suatu sistem yang bisa memberikan informasi serta pertanggungjawaban agar jalannya kerjasama tetap dalam koridor keadilan dan kejujuran. Pembagian hak seperti dalam pembagian deviden, hasil likuidasi memerlukan catatan yang adil yang dapat membagi hak-hak mereka yang berkongsi atau berserikat secara adil.
Akuntansi dalam berbagai bentuk dan kepentingan sebenarnya wajib diterapkan oleh Islam baik di negara, lembaganya, perusahaan, di keluarga, bahkan dalam perseorangpun. Semua ini mendukung hipotesa yang menyatakan akuntansi sangat mutlak dalam Islam jika kita ingin memelihara suatu sistem sosial yang ingin menerapkan syariat Islam.[1]

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah Pengertian Musyarakah?
2.      Bagaimana Pembiayaan Musyarakah?
3.      Bagaimana Aplikasi Pembiayaan Musyarakah?
4.      Bagaimana Musyarakah Dalam Sistem Perbankan Islam?
5.      Bagaimana Skema Akuntansinya?
6.      Bagaimana Fatwa No: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui Pengertian Musyarakah
2.      Memahami Pembiayaan Musyarakah
3.      Memahami Aplikasi Pembiayaan Musyarakah
4.      Mengetahui Musyarakah Dalam Sistem Perbankan Islam
5.      Memahami Skema Akuntansinya
6.      Mengetahui dan memahami Fatwa No: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah
















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Musyarakah
Menurut Prof.Dr.H. Zainuddin Ali,M.A. dalam buku “Hukum Perbankan Syariah”, musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha tertentu. Masing – masing pihak dalam melakukan usaha dimaksud, memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) berdasarkan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan ketika melakukan akad. Akad jenis ini disebut profit & loss sharing.[2]

B.     Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan Musyarakah adalah pembiayaan yang dilakukan oleh pihak bank syariah dan atau bank muamalah untuk membiayai suatu proyek bersama antara nasabah dengan bank. Nasabah dapat mengajukan proposal kepada Bank Syariah dan atau bank muamalah untuk mendanai suatu proyek atau usaha tertentu dan kemudian akan disepakati beberapa modal dari bank dan beberapa modal dari nasabah serta akan ditentukan bagi hasilnya bagi masing – masing pihak berdasarkan presentase pendapatan atau keuntungan bersih dari proyek atau usaha tersebut sesuai dengan kesepakatan. Dasar hukum yang dijadikan pegangan dalam musyarakah adalah sebagai berikut:
a.       Al – Qur’an
Melaksanakan musyarakah mempunyai status hukum mubah berdasarkan firman Allah dalam Q.S An-Nisa ayat 12 :
ذلِكَ فَهُمْ شُرَكَآءُ فِى الثُلُثِ
 “Maka mereka bersyarikat pada sepertiga”.
Q.S Shaad ayat 24 :
¨bÎ)ur #ZŽÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èƒø:$# Éóö6us9 öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä  (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$#
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang – orang yang bersyarikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang – orang beriman dan mengerjakan amal shaleh”.
Dari kedua ayat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia dibenarkan membuat syarikat bersama, atau melakukan suatu bentuk kerjasama dengan ketentuan-ketentuan yang mereka buat bersama, selama tidak bertentangan dengan maqasidu asy-syar’i.
b.      Al-Hadis
Dalam hadis disebutkan, ketika Rasulullah diutus, banyak masyarakat yang mempraktikkan kerjasama dalam syarikat, Rasul membolehkannya, berbagai hadis menjelaskan, diantaranya “Tangan Allah (pertolongan Allah) berada pada dua orang yang bersyarikat, selama tidak ada pengkhianatan musyarakah”.
Berdasarkan dasar hukum yang diungkapkan diatas, dapat disebutkan filosofi musyarakah adalah manusia diciptakan oleh Allah dengan berbagai kelebihan dan kekurangan. Ada yang mempunyai harta, tetapi kurang mampu untuk menjalankan usaha, ada orang yang ahli dalam mengurus sesuatu usaha, tetapi kurang modal, atau ada orang yang menginginkan sesuatu usaha menjadi besar, maka mereka perlu bantuan modal dari orang lain. Untuk mengatasi ini Allah dan Rasul-Nya menetapkan ketentuan dan aturan yang adil, agar manusia ini bisa hidup saling topang-menopang, sehingga tercipta kemakmuran untuk semua orang.[3]


C.     Aplikasi Pembiayaan Musyarakah
Jenis Musyarakah/Syirkah ada 2 (dua), yakni :
1.      Syirkah Amlak (Kepemilikan)
Yaitu dua orang atau lebih yang secara bersama memiliki suatu harta bukan karena kerjasama diantara mereka, misalnya karena wasiat atau warisan. Jenis syirkah ini terbagi dua, yakni :
a.       Syirkah Ikhtiyari (Pilihan)
b.      Syirkah Jabari (Paksaan)
2.      Syirkah Uqud (Kontrak)
Kerjasama dua orang atau lebih dalam permodalan untuk suatu usaha. Jenis syirkah ini adalah :
a.       Syirkah ‘Inan
Kerjasama permodalan dalam suatu usaha antar pihak dengan membagi keuntungan maupun kerugian.
b.      Syirkah Mufawadhah
Kerjasama antar pihak di mana penyertaan modal masing-masing dalam porsi yang sama. Salah satu pihak memiliki hak yang sama untuk mewakili perkongsian.
c.       Syirkah A’maal
Kerjasama antar pihak dengan bermodalkan keahlian.
d.      Syirkah Wujuh
Kerjasama antar pihak dengan bermodal nama baik/reputasi masing-masing pihak.[4]
D.    Musyarakah Dalam Sistem Perbankan Islam
International Islamic Bank for Investment and Development (IIBID) menjelaskan bahwa musyarakah merupakan salah satu cara pembiayaan yang terbaik yang dimiliki bank-bank islam. Prinsip ini dijalankan berdasarkan partisipasi antara pihak bank dengan pencari biaya (partner yang potensial) untuk diberikan dalam bentuk proyek usaha dan partisipasi ini dijalankan berdasarkan sistem bagi hasil (PLS), baik dalam keuntungan (profit) maupun dalam kerugian (lose). Syarat-syarat yang berkenaan dengan kontrak musyarakah didasarkan kesepakatan yang dibicarakan antara kedua belah pihak (bank dan partner). Umumnya, pihak bank menyerahkan modal usaha dan menyerahkan  merupakan sebuah mekanisme kerja (akumulasi antara pekerjaan dan modal) yang memberikan manfaat kepada masyarakat luas dalam produksi barang maupun pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat. Kontrak musyarakah dapat digunakan dalam berbagai macam lapangan usaha yang indikasinya bermuara untuk menghasilkan keuntungan (profit). Walaupun demikian beberapa konseptor perbankan islam tampaknya menggunakan pengertian musyarakah sebagai partisipasi dalam investasi terhadap suatu usaha tertentu, yang dalam bank-bank islam digunakan dalam pengertian yang lebih luas.
Berdasarkan ini, musyarakah dapat digunakan untuk tujuan investasi dalam jangka waktu pendek atau juga untuk partisipasi jangka panjang. Adapun bentuk pembiayaan musyarakah yang digunakan bank islam meliputi musyarakah untuk perdagangan (commercial musyarakah), keikutsertaan untuk sementara (decreasing partisipation), keikutsertaan untuk selamanya (permanent partisipation). Penjelasannya sebagai berikut:
a.       Musyarakah dalam Perdagangan (commercial musyarakah)
Musyarakah bentuk ini umumnya menyangkut persetujuan antara pihak bank dan partner untuk merealisasikan tujuan khusus dari partnership, persetujuan tersebut meliputi segala macam yang menyangkut pembelian dan penjualan. Pihak bank dan partner, keduannya memberikan kontribusi modal untuk pembiayaan musyarakah, namun pihak partner memegang kendali manajemen dari usaha tersebut, meliputi pembelian, penjualan, pemasaran, dan membuat catatan yang berkaitan dengan seluruh transaksi. Fungsi bank adalah untuk membayar bagian dari transaksi, membuka pelayanan seperti membuka kartu kredit apabila dibutuhkan dan memantau pertumbuhan musyarakah melalui catatan yang diperoleh dari laporan partner.
Kontrak musyarakah dalam perdagangan (commercial musyarakah) berguna bagi bank islam sebagai sarana untuk mencairkan modal secara cepat serta memacu perputaran modal lebih tinggi, sehingga pengembaliian modal kepada bank umumnya juga tinggi. Aktivitas bank dalam memberikan pembiayaan terhadap kontrak musyarakah yang berdasarkan pada perdagangan bertujuan untuk memperluas berbagai lapangan usaham melayani berbagai macam usaha, dan meminimalisir segala resiko yang berkaitan dengan operasional investasinya.
b.      Keikutsertaan untuk Sementara (decreasing participation)
Partisipasi ini didefinisikan sebagai bentk kerja sama antara bank dan partner dengan jalan, pihak bank membolehkan partner dapat menambah kepemilikan usaha secara berangsur-angsur, berdasarkan syarat-syarat yang dikemukakan dalam kontrak musyarakah. Partner dalam kontrak musyarakah ini merupakan pihak yang tidak berkeinginan untuk melangsungkan kerjasama secara continu dengan bank dalam usaha mereka dan ingin menambah kepemilikan usaha tersebut dalam jangka waktu secepat mungkin. Bank islam membiayai sebagian dari modal usaha dengan syarat, bank akan menerima sebagian keuntungan (profit) dari hasil usaha dalam jangka waktu yang telah disepakati. Kerjasama ini dapat dilakukan dengan menempuh salah satu cara sebagai berikut:
c.       Keikutsertaan untuk Selamanya (permanent participation)
Partisipasi ini didefinisikan sebagai salah satu bentuk kerja sama dakam kontrak musyarakah, dimana bank membiayai modal yang digunakan untuk proyek usaha yang menjadikannya sebagai pemegang saham dan keikutsertaannya dalam mengelola serta mengawasi proyek tersebut dengan partnernya, dengan ketentuan bahwa bank akan menerima keuntungan (profit) atau kerugian (loss) dari proyek berdasarkan persetujuan yang dibuat dalam kontrak.[5]
E.     Skema Akuntansi
1.      Pencairan penyertaan bank
a.       Berupa dana
b.      Berupa barang
2.      Distribusi biaya yang terkait dengan pembiayaan musyarakah
3.      Pembagian hasil (keuntungan/kerugian)
a.       Revenue sharing
b.      Profit sharing
4.      Pengembalian modal/porsi bank saat jatuh waktu
5.      Pembiayaan macet
6.      Wanprestasi[6]

F.      Fatwa No: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah
Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah
menimbang, mengingat, memperhatikan, memutuskan, menetapkan: Fatwa tentang Pembiayaan Musyarakah.
Pertama: Beberapa Ketentuan:
1.      Pertanyaan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut :
a.       Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukan tujuan kontrak (akad).
b.      Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c.       Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
2.      Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut:
a.       Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
b.      Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
c.       Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
d.      Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e.       Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
3.      Objek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
a.       Modal.
1)     Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama. Modal dapat terdiri atas aset perdagangan, seperti  barang-barang properti, dsb. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.
2)     Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
3)     Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b.      Kerja
1)     Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh bekerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini dia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
2)     Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
c.       Keuntungan
1)     Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan diawal yang ditetapkan bagi seorang mitra. Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau presentase itu diberikan kepadanya.
2)     Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
d.      Kerugian
Kerugian harus dibagi diantara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.
e.       Biaya operasional dan persengketaan
1)      Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
2)      Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak terjadi kesepakatan melalui musyawarah.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 08 Muharram 1421 H / 13 April 2000 M[7]
BAB III
KESIMPULAN

Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha tertentu. Masing – masing pihak dalam melakukan usaha dimaksud, memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) berdasarkan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan ketika melakukan akad. Kemudian, dasar hukum yang dijadikan pegangan dalam musyarakah antara lain:
1.      Al – Qur’an
2.      Al-Hadits
Aplikasi Pembiayaan Musyarakah dapat berupa:
1.      Syirkah Amlak (Kepemilikan)
Yaitu dua orang atau lebih yang secara bersama memiliki suatu harta bukan karena kerjasama diantara mereka, misalnya karena wasiat atau warisan. Jenis syirkah ini terbagi dua, yakni :
a.       Syirkah Ikhtiyari (Pilihan)
b.      Syirkah Jabari (Paksaan)
2.      Syirkah Uqud (Kontrak)
Kerjasama dua orang atau lebih dalam permodalan untuk suatu usaha. Jenis syirkah ini adalah :
a.       Syirkah ‘Inan
b.      Syirkah Mufawadhah
c.       Syirkah A’maal
d.      Syirkah Wujuh

Mengenai Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, di dalamnya mengatur hal-hal sebagai berikut:
1.      Pertanyaan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad),
2.      Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum,
3.      Objek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian),
4.      Biaya operasional dan persengketaan.















DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin. Hukum Perbankan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
Ismail. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana, 2011.
Saeed, Abdullah. Bank Islam dan Bunga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Suwiknyo, Dwi & Muhammad. Akuntansi Perbankan Syari’ah. Yogyakarta: Trustmedia, 2009.
Syafri, Harahap Sofyan. Bunga Rampai Akuntansi Islam. Jakarta: Pustaka Quantum, 2003.
Triyuwono, Iwan. Perspektif, Metodologi dan Teori Akuntansi Syariah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.


[1] Sofyan Syafri Harahap, Bunga Rampai Akuntansi Islam (Jakarta: Pustaka Quantum, 2003), hlm. 44.
[2] Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A., Hukum Perbankan Syariah  (Jakarta : Sinar Grafika, 2010),  hlm. 28-29.
[3] Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A, Hukum Perbankan Syariah  (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 34-35.
[4] Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 177-178.
[5] Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 112-116.
[6] Dwi Suwiknyo & Muhammad, Akuntansi Perbankan Syari’ah (Yogyakarta: Tustmedia, 2009), hlm. 164-165.
[7] Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A, Hukum Perbankan Syariah  (Jakarta: Sinar Grafika, 2010),  hlm. 253-254.

0 komentar:

Posting Komentar

 

it's Incredible ME :D Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review